Tau bagaimana rasanya belum lapar
tapi dipaksa untuk makan? Pernah merasakan belum merasa kantuk tapi dipaksa
tidur? Atau pernah merasakan bagaimana rasanya tak ingin tapi dipaksa untuk
ingin? Tau bagaimana efek sampingnya? Belum lapar dipaksa makan akan berujung
rasa tidak enak pada mulut dan perut, belum mengantuk dipaksa tidur akan
berujung pada kepala yang pusing.
Perumpamaan tersebut mungkin
dapat dianalogikan kepada belum suka kepada seseorang namun dipaksa untuk
menyukai bahkan menyayangi. Semua itu hanya berujung pada kesakitan di sini, di
hati. Bukankah hal yang lebih alamiah terjadi akan lebih baik daripada hal-hal
yang terjadi dengan paksaan. Segala hal memang butuh waktu untuk merasakan
sesuatu. Mungkin beberapa orang mampu memaksa diri dan menjadikan dirinya
senyaman mungkin dengan paksaan itu, tapi tidak sedikit juga yang enggan
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi terpaksa.
Pernah mendengar deretan kata
seperti ini ? DIPAKSA, TERPAKSA, TERBIASA. Lalu apakah tiga kata tersebut dapat
diterima? Sedangkan yang kita ketahui bahwa melaksanakan sesuatu dari hati itu
akan lebih baik dari pada paksaan.
Mungkin, kita tidak akan pernah
bisa mengatakan itu benar atau salah. Semua tergantung pada aspek apa yang
dilihat. Kehidupan itu luas, banyak sisi kehidupan yang tak sama, berbeda. Jika
dalam paksaan tersebut berdasar kepada perilaku kebaikan, mungkin 3 deret kata
tersebut dapat dibenarkan, namun jika permasalahan hati, permasalahan perasaan.
Sekeras apapun memaksa diri, sekuat apapun memaksa hati untuk menyukai bahkan
menyayangi seseorang, jika hati tersebut masih tertambat di hati yang lain,
bukankah itu hanya akan menyakitkan? Menyakitkan semua pihak yang terlibat,
baik pihak yang mengetahui maupun pihak yang tidak mengetahui.
Lantas, masihkah masa lalu itu
akan menggoreskan kenangan indah untuk SAAT INI? Sedangkan hidup harus selalu
maju ke depan, sedangkan hidup harus mempertimbangkan masa depan. Tidak pernah
ada larangan tertulis bagaimana peristiwa “GAGAL MOVE ON”, bagaimana larangan
korban tersebut untuk menatap ke belakang. Sekali lagi, ini masalah hati.
Masalah perasaan yang begitu rumit.
Tapi, jika berusaha MEMAKSA hati
melupakan, yakin, atau tidak, semua memang akan TERLUPAKAN. Terlebih ketika
kita sadari bahwa mengingatnya, bahwa memaksanya hadir lagi, akan jauh lebih
sakit dari memaksa diri untuk menyukai yang baru.
Yang baru memang belum tentu
lebih baik, tapi setidaknya itu akan lebih baik dari “BERJALAN DI TEMPAT.” Maka
berbahagialah kalian yang telah menemukan dan mampu mempertahankan, serta
menjadikan masa lalumu sebagai masa depanmu dan diantara kedua masa tersebut
tidak pernah ada kata perpisahan.
Malam, Satu Agustus 2014
0 komentar:
Posting Komentar