Meyla menjatuhkan diri ke tempat
tidurnya lalu memeluk guling yang ada di sampingnya.
“Kemal.
Kamu kenapa, Mal? Aku sedih kamu kayak gini. Mana Kemal yang dulu?”
Meyla
menuliskan sesuatu di bukunya yang biasa dia simpan di bawa bantalnya.
Aku
lihat ketulusan itu. Aku lihat. Mungkin aku menangis hanya karena aku lelah.
Tapi aku masih punya 1000 alasan lagi untuk tetap bertahan mencintaimu, Mal.
Kamu mampu menyentuhku lewat mata indahmu. Aku percaya, kita dipertemukan di
tempat yang suci, dalam keadaan yang suci dan semoga kelak cinta kitapun akan
sesuci rumah Allah. Suatu hari nanti Allah akan mengetuk hatimu kembali dengan
kelembutan dan dengan hembusan angin yang menyejukkan, hingga kamu akan
merasakan satu hal yaitu Allah itu ada. Aku akan bersabar menantimu, Mal.
Sampai hatimu terketuk untuk melihat ke arah belakang. Karena di sanalah aku
ada. Aku ada di belakangmu. Aku akan senantiasa menjadi bagian dari impianmu,
dan aku akan senantiasa mendoakanmu, Mal.