Oleh : SEPTIA TIAN
Lihatlah
mentari yang beranjak pergi dari langit. Lihat bagaimana cahyanya masih
meninggalkan bekas berwarna jingga di atas langit sana. Lihat bagaimana langit
tidak seketika langsung gelap gulita. Lihat, semua itu berproses.
Aku masih berjalan menyusuri pasir
pantai yang kian menyatu dengan kaki mungilku. Aku membiarkan kakiku
dimain-mainkan oleh air laut yang berkecamuk itu. Telingaku masih tertuju pada
kerasnya suara desir ombak yang sesekali membuyarkan lamunanku tentang dirinya.
Aku tahu malam ini tidak terlalu baik untukku. Tidak pula terlalu indah untuk
kurebahkan tubuhku di atas pasir pantai. Aku sadar, malam ini bukan malam
untukku. Malam ini adalah malam untuknya. Bagaimana tidak, malam ini aku
dihantui dirinya, dirasuki dirinya bahkan nyaris menjelma menjadi dirinya.
Mataku, telingaku, hatiku, pikiranku serta otakku hanya ada dia. Bahkan malam ini
aku sejenak melupakan aku sendiri. Melupakan diriku yang telah Tuhan ciptakan
dengan sangat apik. Aku menyerupai dia. Dengan setelan kemeja dan celana jeans
pendek dan tidak lupa dengan rambut yang kugunting hingga pendek. Dirinya
seolah mengakar dalam jiwaku bahkan menjadikanku kehilangan arah untuk
mengenali diriku.
Dia, Dith. Lelaki dengan tubuh
tinggi semampai disertai beberapa ototnya yang mengekar. Dia, Dith. Lelaki yang
selalu kuingat wajahnya dengan kumis tipis dan bibir yang tipis pula. Dia,
Dith. Lelaki yang telah 15 tahun pergi dari bayangan hidupku. Entah hari ini
apakah dia masih menginjakkan kaki di bumi yang sama denganku atau tidak. Yang
jelas, malam ini aku ingin melihat sosoknya kembali dan menjelma dalam diriku, meski
aku perempuan.
Orang –orang disekelilingku
melihatku aneh dengan tatapan yang misterius. Namun aku tidak memperdulikan
itu. Yang aku tahu, malam ini, aku menyembunyikan diriku di dalam dirinya atau
lebih tepatnya aku memunculkan sosoknya dengan menyembunyikan diriku, semua
tentang diriku dan semua tentang kebiasaanku di tepi pantai.
Aku suka merebahkan tubuh di atas
pasir pantai sambil menatap bintang di langit. Namun, Dith, dia lebih suka
berdiri menghadap pantai sambil melihat gulungan ombak. Aku suka memainkan
pasir pantai dengan tanganku, lalu kubuat bulat-bulat dan melemparnya ke laut.
Tapi, Dith, dia lebih suka memainkan pasir pantai dengan kakinya, lalu membuat
pasir itu pecah dan membentuk sebuah lubang. Meski keduanya akan sama
percumanya. Pasir yang kubuat bulat-bulat lalu kulempar ke laut dan pasir yang
pecah sampai tercipta sebuah lubang, pun akan hilang ditelan air laut. Dua
pekerjaan yang sia-sia.
Dari kebiasaaan-kebiasaan itu aku
tahu, aku paham mengapa saat ini aku begitu kehilangan Dith. Dith, dia suka
memainkan pasir pantai dengan kakinya, lalu membuat pasir itu pecah dan
membentuk sebuah lubang lalu membiarkan air mendekati lalu menyatukan kembali
pasir yang pecah dan berlubang itu. Jika pasir yang pecah dan berlubang itu
diumpakan sebagai hatinya, lalu jika air laut diumpamakan dengan cinta, maka
Dith hanya akan membiarkan cinta yang jauh, yang menghampiri hatinya. Tapi aku,
dengan kebiasaanku yang suka memainkan pasir pantai dengan tanganku, lalu
kubuat bulat-bulat dan melemparnya ke laut. Dan kuumpamakan pasir yang kubuat
bulat-bulat itu adalah hatiku dan laut adalah cinta, maka aku akan menghampiri
cinta yang jauh dengan hatiku. Selanjutnya kebiasaan Dith, lebih suka berdiri
menghadap pantai sambil melihat gulungan ombak, dan aku yang suka merebahkan
tubuh di atas pasir pantai sambil menatap bintang. Dari kebiasaan Dith, dapat
dilihat bahwa Dith bukan sosok yang menyukai sebuah jarak. Jarak pandangan dia
saat dia berdiri dan mata yang melihat gulungan ombak terhitung lebih dekat
dibandingkan dengan aku yang lebih suka merebahkan diri di atas tanah sambil
memandang bintang di langit yang jaraknya sangat jauh. Aku mampu bertahan dan
berharap dengan jarak, namun Dith, dia lebih memilih pergi.
Dan malam ini aku akan menjadi
dirinya. Yang lebih suka berdiri tegak menatap gulungan ombak dan yang lebih
suka memainkan pasir dengan kakiku hingga membuatnya pecah dan berlubang,
sampai nanti akan ada air laut yang menepi, yang akan menyatukan pasir itu,
iya, yang akan menyatukan hati ini oleh cinta. Satu hal yang kuharapkan dari
malam ini. Aku akan terbiasa dengan semua kebiasaan Dith, sehingga aku akan
menjadi Dith, yang dengan mudah melupakanku dan yang dengan mudah pergi. Maka
akupun demikian, ingin cepat pergi dari kenangan bersama Dith meski aku tahu
selama-lamanya sosok Dith ada dalam diriku. Karena aku bisa menyembunyikan
sosokku untuk memunculkan Dith dan akupun bisa menyembunyikan Dith dengan
memunculkan diriku lagi. Kapanpun, Dith ada di sini. Dan kamu ada di dalam aku.
0 komentar:
Posting Komentar